Akhirnya, pemandangan yang selama ini cuma bisa gue lihat di
majalah, film, atau sekedar fantasi gue doang, tersaji dengan
jelas di kanan kiri jalan.
Di jalan yang cuma bisa dilewati satu mobil,
penuh sesak dengan laki-laki seperti preman,
dan dihiasi lampu kelap-kelip itu lah,
perempuan-perempuan bergincu tebal itu
menjajakan tubuhnya.
Persis seperti ikan mas koki dalam aquarium,
siapapun bisa melihat mereka dengan jelas.
Rasa malu, tegang, berharap dan takut
tampak jelas di wajah mereka.
Memilihnya pun persis seperti memilih ikan.
Tinggal tunjuk!
Beberapa memberikan kesan ABG.
Cuek, cool, seru dan cihuy.
Beberapa memberikan kesan gadis desa sejati.
Imut-imut, sederhana, malu-malu.
Beberapa memberikan kesan perempuan terpelajar.
Mengenakan jas, celana panjang dan rambut disanggul.
Tapi apa yang ada dibalik itu semua
jelas tidak ada yang peduli.
Karena hanya tubuh mereka dan liang vagina
yang diperlukan di sini.
Bagaimana kalau tiba-tiba ‘klien’ mereka
adalah seorang sado masochist
yang senang memukul sebelum bersenggama?
Seorang psikopat yang senang menggigit
puting mereka sampai berdarah?
Seorang jahanam yang senang
memasukan penisnya secara kasar tanpa kondom?
Menolak, bisa jadi tidak makan siang keesokan harinya.
Atau diusir. Sementara tidak ada yang mau menerima mereka lagi.
Atau malah dikurung di dalam kamar mandi?
Bisa jadi dipukul oleh germo mereka sendiri.
Di Doli, Surabaya, segala hal dilakukan
untuk kenikmatan saat memuncratnya air mani.
Dan untuk itu semua, sebuah masa depan
dibunuh pelan-pelan.
Mengapa semua yang selama ini hanya ada di
rubrik Oh Mama Oh Papa, acara SERGAP,
BUSER, dan berita-berita yang memenuhi Pos Kota
kelihatan semakin dekat dengan gue?
Minyak wangi murahan dan remason
mengantar gue meninggalkan gang itu.
Gue ngerasa bersalah.
Karena buat gue, mereka adalah obyek wisata.
Sekedar pemenuhan rasa ingin tahu gue.
Sementara untuk mereka,
setiap laki-laki yang lewat adalah harapan
untuk menyambung hidup.
Sepanjang jalan,
setiap kali mereka melihat gue
dengan tatapan penuh harap,
setiap kali itu juga
dada gue perih.
Beberapa petak kemudian,
tampak orang berjualan melati, mawar, kamboja.
Di atas kamboja ada melati.
Di alas melati ada mawar.
Semua di atas piring anyaman
beralas daun pisang.
Tangan mengangkat setinggi-tingginya,
Sebelum akhirnya menunduk serendah-rendahnya.
Sejajar bumi.
Untuk semua yang sudah ditelan bumi,
tapi masih di atasnya.
16 March 2005 at 11:21 pm
Itulah realita hidup yang sebenarnya mas..>>Kadang manusia harus mau menerima tanpa bisa memilih.>Kalupun boleh memilih, tetep ga bisa karena memang tidak ada pilihan lain>>Maka berbahagialah kita yang masih bisa memilih apa yg kita ingin>dan tentukan apa yg kita mau.>>Satu lg pelajaran baru tentang “empati seorang Glenn” pertahankan selalu
LikeLike
17 March 2005 at 2:36 pm
Anjriiiiiiiit… Glenn, ini adalah <>masterpiece<> lu (setidaknya buat gw dan hingga saat ini). Gw berharap bisa menulis seindah ini. <>I’m speechless in seattle.<>
LikeLike
17 March 2005 at 2:38 pm
skrisyot plz
LikeLike
18 March 2005 at 2:18 pm
Waahhh.. keren banget tulisannya.>>Kapan yah gue bisa belajar ama mas glen? huhhuuhuhuhu
LikeLike
20 March 2005 at 6:38 pm
…I feel the beauty of darkness here…
LikeLike
22 March 2005 at 4:49 pm
glenn… ajarin gua nulis donk kapan2… biar gak usah naik getek lagi dari thailand…>>ya… ya?
LikeLike
22 March 2005 at 7:51 pm
Deket daerah Putat Jaya itu memang ada kuburan Kembang Kuning. Gue jadi flashback nih baca tulisan loe, waktu kecil gue sering lewat daerah sana naik sepeda. Asli lewat doang.
LikeLike
24 March 2005 at 3:38 pm
selalu ada pilihan>tidak ada jalan buntu dalam hidup.>>manusia bebas memilih.>apapun yang dia mau.>>kadang kita sendiri yang merasa>hidup tidak berpihak kepada kita.>sehingga kita merasa tidak ada lagi pilihan.>>jika hanya ada ego, yang membuat manusia merasa tidak dipedulikan hidup..dan nafsu duniawi yang terus ingin dipenuhi..>>mungkin…>itu yang membuat mereka memilih menjadi seperti itu.
LikeLike
1 April 2005 at 5:24 pm
ya itulah salah satu kehidupan malam di surabyaa mas glenn…>>mereka cuma bisa menjerit di dalam hati karena mereka sebenarnya tidak ingin melakukannya…>>yang dilihat mas glenn mungkin hanya sebagian kekerasan hidup di kota surabaya…kalau hari sabtu di suatu jalan protokol mereka mangkal…>>bahkan ada gadis dibawah umur melakukannya karena meerka butuh uang untuk bayar sekolah/kuliah…>>tinggal kita sekarang apakah kita masih bisa mengucap syukur kepada TUHAN atas semuanya yang ada dalam hidup kita….
LikeLike
3 June 2005 at 8:51 am
Mereka yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki yang terbaik dari segala sesuatu; mereka hanya mengoptimalkan>segala sesuatu yang datang dalam perjalanan hidup mereka.
LikeLike
29 May 2007 at 2:24 pm
aku tinggal tidak jauh daro doli, jarak…….ada yang salah lo tangkap glenn….. sebagian memang ada yg dijebak terperosok untuk jual selang (kangan) di doli or jarak…. but , so many bitch enjoy with that job, not only money yg mereka cari…. tapi kepuasan sexxxxxxx juga.
LikeLike
27 October 2008 at 2:15 am
yah, inilah fenomena di salah satu kota di Indonesia. Bahkan hampir tidak disadari mas, azab mungkin sering menimpa kota timur sana.
LikeLike
7 January 2009 at 6:55 pm
Glem keren banget literatur yang kamu tulis, tapi sedikit masukan bahwa itu semua bukan serta merta krena keadaan, banyak sekali alasan yang manbuat mereka seperti itu, sample aku punya teman yang barprovesi seperti itu (call Girl = CG), ketika ku tanya, >Kenapa kamu mau jadi CG,.? ya biar gampang cari uang Mas.. dan gaya hidupnya pun terlalu mewah untuk ukurannya..>jadi Mungkin simpati kita terkadang hanya manjadi sekedar kiasan bagi mereka..>ya itu sekedar masukan buat saudara Glen dan terima kasih untuk klimat-kalimat keren yang telah kau tulis untuk saudari-saudari kita yang cantik-cantik dan mau menghargai kecantikan mereka.>OK terima kasih Glen
LikeLike
21 March 2010 at 9:15 pm
aaanjriiiiiit….asli aQ kagum bgt mas ma tulisanx ini.!!
Q tgu yG brikutx.!!!
occceee.???
LikeLike